RUANG
LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM DAN KEGUNAANNYA
Oleh
Taufiq Kurniawan[1]
Pada hakikatnya ilmu
dapat diibaratkan seperti pohon yang memiliki induk. Induk dari ilmu tersebut
adalah filsafat ilmu. Dalam ilmu hukum terdapat berbagai macam ilmu yang saling
berkaitan dengan ilmu hukum yang menjadi pokok ilmu itu sendiri disamping
filsafat hukum yang menopang keberadaan ilmu hukum dan ilmu-ilmu lainnya yang
berkaitan dengan hukum. Ilmu hukum sebagai suatu ilmu yang meneliti gejala
hukum dalam masyarakat, telah berusaha berabad-abad lamanya dan berkembang
menjadi suatu jaringan dari berbagai spesialisasi seperti hukum perdata, hukum
pidana, hukum tatanegara, hukum internasional dan seterusnya.[2]
Beberapa ilmu yang berkaitan dengan hukum itu antara lain dapat digabungkan
dengan ilmu hukum seperti psikologi hukum, politik hukum, sosiologi hukum dan
masih banyak lagi ilmu yang berkaitan dengan hukum.
Pada artikel ini hanya
akan dibahas mengenai sosiologi hukum dan ruang lingkupnya. Sosiologi hukum
diperlukan dan bukan penamaan baru bagi suatu ilmu pengetahuan yang telah lama
ada. Memang baik ilmu hukum maupun sosiologi hukum mempunyai pusat perhatian
yang sama yaitu hukum, akan tetapi sudut pandang kedua ilmu tadi juga berbeda,
dan oleh karena itu hasil yang diperoleh juga berbeda. Sosiologi hukum adalah
suatu gejala sosial-budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Sosiologi
hukum memiliki dua konsepsi fundamental. Konsepsi fundamental pertama
menyatakan bahwa kesatuan sosial merupakan akibat dari adanya integrasi dari
berbagai fungsi berbeda, akan tetapi yang bersifat komplementer. Konsepsi
fundamental kedua memberikan tekanan pada pentingnya nilai-nilai,
kaidah-kaidah, hukum-hukum maupun moral yang sama. Apabila hal-hal itu tidak
ada maka suatu mekanisme fungsional tak akan mungkin beroperasi.[3]
Beberapa ruang lingkup
atau masalah yang disoroti dalam sosiologi hukum antara lain[4]:
1.
Hukum dan Sistem
Sosial Masyarakat
Suatu sistem hukum
merupakan pencerminan daripada suatu sistem sosial dimana sistem hukum tadi
merupakan bagiannya. Perlu diteliti terhadap dalam keadaan-keadaan apa dam
dengan cara-cara yang bagaimana sistem sosial mempengaruhi suatu sistem hukum
sebagai subsistemnya dan sampai sejauh manakah proses tadi berlaku timbal
balik. Misalnya apakah sistem kewarisan dalam suatu masyarakat mempengaruhi
sistem hukum kewarisannya.
2.
Persamaan dan
perbedaan sistem hukum
Dengan membandingkan
beberapa masyarakat yang berbeda, akan tetapi dapat pula diadakan penelitian
terhadap sistem-sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat yang terdiri
dari pelbagai sistem sosial dengan
masing-masing hukumnya
3.
Sifat sistem
hukum yang dualistis
Baik hukum substantif
maupun hukum adjektif disatu pihak berisikan ketentuan-ketentuan tentang
bagaimana manusia akan dapat menjalankan serta mengembangkan
hak-haknya,mempertahankan hak-haknya, mengembangkan kesamaan derajat manusia
menjamin kesejahteraannya dan seterusnya. Akan tetapi di lain pihak, hukum dapat
menjadi alat yang ampuh untuk mengendalikan warga-warga masyarakat atau dapat
dijadikan sarana oleh bagian dari masyarakat yang dinamakan penguasa untuk
mempertahankan kedudukan sosial-politik-ekonominya.
4.
Hukum dan
Kekuasaan
Ditinjau dari ilmu
politik, hukum merupakan suatu sarana dari elit yang memegang kekuasaan dan
sedikit banyak dipergunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya.
Baik-buruknya suatu kekuasaan, tergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut
digunakan yang harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang
sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat terlebih dahulu. Karena sifat
dan hakekkatnya, agar kekuasaan tersebut dapat bermanfaat harus ditetapkan
ruang lingkup dan batas-batasnya. Untuk itulah diperlukan hukum yang ditetapkan
oleh penguasa itu sendiri.
5.
Hukum dan
Nilai-nilai Sosial Budaya
Hukum sabagai kaidah
atau norma sosial tidak lepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
dan bahkan dapat dikatkan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dan konkritiasasi
dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum
yang hidup dalam masyarakat. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa untuk
mewujudkan nilai-nilai sosial yang dicita-citakan oleh masyarakat, diperlukan
kaidah-kaidah hukum sebagai alatnya. Sedangkan budaya hukum memiliki pengertian
yang berbeda. Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari
masyarakat-masyarakat tertentu terhadap hukum. Jadi budaya hukum menunjukkan
tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
anggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati
masyarakat bersangkutan[5]
6.
Kepastian Hukum
dan Kesebandingan
Kepastian Hukum dan
kesebandingan merupakan dua tugas pokok dari hukum.Walaupun demikian seringkali
dua tugas tersebut tidak dapat ditetapkan sekaligus secara merata. Hal ini
ditegaskan oleh Max Webber yang membedakan substantive rationality dan formal
rationality. Dikatakannya bahwa sistem hukum barat mempunyai kecendurungan
untuk lebih menekankan pada segi formal rationality. Artinya penyusunan secara
sistematis dari ketentuan-ketentuan seringkali bertentangan dengan aspek
substantive rationality yang merupakan kesebandingan bagi warga masyarkaat
scara individual.Hal ini merupakan tantangan untuk membentuk suatu sistem hukum
yang memberikan derajat yang sama bagi setiap warganya dalam melakukan tindakan
hukum akan tetapi juga terbuka bagi perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan
yang terjadi dalam masyarakat.
7.
Peranan Hukum
sebagai alat untuk mengubah Masyarakat
Kadangkala perubahan
sosial tidak selalu beriringan dengan perubahan hukum. Pada masyarkat yang
dinamis, perubahan sosial jauh lebih cepat dibandngkan dengan perubahan hukum.
Oleh karena itu hukum yang berlaku harus berkembag mengikuti sistem masyarakat yang
berkembang. Dalam uraian Bredemeier,
hukum sebagai titik tolak untuk mengatasi konflik secara tertib. Hukum
diidentikkan dengan proses peradilan dimana proses peradilan ini kemudian
dihubungkan dengan kertiga proses fungsionilyang utama pada suatu sistem
sosial. Hubungan tersebut merupakan hubungan sebab akibat yang dianalisa atas
dasar input dan output terhadap proses peradilan.[6]
Dengan berpedoman pada
ruang lingkup diatas maka dapatlah dikatakan bahwa sosiologi hukum merupakan
sosiologi hukum merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis, analitis
dan empiris menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum dan
sebaliknya. J van Houtte mengemukakan
ada dua pendapat utama terhadap perspektif sosiologi hukum, yaitu sebagai
berikut:[7]
1.
Pendapat yang
menyatakan bahwa kepada sosiologi hukum harus diberikan fungsi yang global.
Artinya sosiologi hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai
sarana organisasi sosial dan sebagai sarana keadilan.
2.
Pendapat lain
yang menyatakan, bahwa kegunaan dari sosiologi hukum adalah justru dalam bidang penerangan dan
pengkaidahan.
Dari batasan ruang
lingkup dan perspektif diatas maka dapatlah dikatakan kegunaan sosiologi hukum
di dalam kenyataannya adalah sebagai berikut:
1.
Sosiologi hukum
berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di
dalam konteks sosial
2.
Penguasaan
konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan untuk memberikan
analisa terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana
pengendali sosial, sarana untuk mengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur
interaksi sosial agar mencapai keadaan keadaan sosial tertentu.
3. Sosiologi hukum memberikan kemampuan untuk
mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum di dalam masyarakat.
[1]
Mahasiswa MIH Universitas Diponegoro Program Fast Track 2012
[2] Soerjono
Soekanto, Pokok Pokok Sosiologi Hukum,
1988, (Radjawali Press: Jakarta) halaman 8-9
[3] Purnadi
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Menelusuri
Sosiologi Hukum Negara, 1983, (CV Rajawali: Jakarta) halaman 7
[4] Ibid
halaman 11-21
[5] Hilman
Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia,
2010, (PT Alumni, Bandung) halaman 51
[6] Soerjono
Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan
Sosial, 1991 (PT Citra Aditya Bakti, Bandung) halaman 33
[7] J van
Houtte dalam Soerjono Seokanto, Op.Cit halaman 21-22
No comments:
Post a Comment